Mapang
Kisah Mistis dan Ritual Mapang di Desa Nanga Awin
Kepercayaan dan Budaya Lokal
Kepercayaan terhadap suatu hal sering menjadi bagian dari kisah dalam setiap pertumbuhan dan perjalanan kehidupan. Dari dulu hingga sekarang, di tempat kelahiranku masih kental dengan adat istiadat, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan mistik.
Bagi masyarakat, terutama generasi muda, penting untuk tidak melupakan kebudayaan daerah sendiri, serta selalu mengingat dan melestarikannya. Di desaku, kepercayaan terhadap alam gaib masih diyakini oleh sebagian orang, baik tua maupun muda. Kisah-kisah tersebut terus diwariskan secara turun-temurun dari orang tua kepada anak cucu mereka.
Kisah Hilangnya Macau
Desaku, tepatnya di Desa Nanga Awin, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, menyimpan banyak cerita unik.
Suatu sore sekitar pukul 16.00, sekelompok anak pergi mandi di Sungai Awin. Layaknya anak-anak, mereka tidak hanya mandi, tetapi juga bermain kejar-kejaran. Di antara mereka ada seorang anak bernama Macau.
Saat sedang asyik bermain, Macau meloncat ke sungai dan menyelam lebih dalam dari biasanya. Namun, kejadian tak terduga terjadi, Macau tidak muncul kembali ke permukaan. Ia menyelam terlalu lama, melebihi batas kemampuan anak-anak, bahkan orang dewasa sekalipun.
Melihat Macau tak kunjung muncul, teman-temannya panik dan memanggil namanya berkali-kali. Dengan rasa takut, mereka segera pulang dan melaporkan kejadian itu kepada orang tua mereka.
Para orang tua pun segera berkumpul untuk memastikan apakah benar Macau hilang di sungai. Setelah dipastikan bahwa ia belum kembali ke rumah, warga kampung melakukan pencarian di Sungai Awin. Namun, hingga malam hari pencarian tidak membuahkan hasil. Orang tua Macau terus memanggilnya hingga ke hilir sungai, sebelum akhirnya memutuskan melanjutkan pencarian keesokan paginya.
Ritual Mapang Dimulai
Keesokan paginya, keluarga Macau bermimpi bahwa ia dibawa ke dalam sungai oleh makhluk dari alam lain, namun masih hidup. Berdasarkan mimpi itu, para tetua desa berspekulasi dan memutuskan untuk melakukan pencarian dengan cara tradisional yang disebut Mapang.
Mapang adalah ritual khas Dayak Kantuk yang dipercaya dapat memanggil orang yang hilang, terutama jika diyakini dibawa oleh roh atau makhluk gaib. Dalam ritual ini, sekelompok orang tua berkumpul dan membunyikan gendang secara serentak.
Sekitar dua puluh orang tua dan pengurus adat berkumpul di rumah orang tua Macau untuk bermusyawarah. Tidak lama kemudian, ritual Mapang dimulai di sekitar Sungai Awin, lokasi terakhir Macau terlihat.
Macau Ditemukan
Tak lama setelah ritual dimulai, hasilnya pun terlihat. Macau ditemukan duduk kebingungan di tepi sungai sambil memegang daun singkong. Padahal, lokasi itu sudah berulang kali dilewati saat pencarian, namun sebelumnya tidak ada yang melihatnya di sana.
Macau kemudian dibawa pulang dan ditenangkan. Setelah tenang, ia bercerita bahwa saat menyelam, ia melihat rumah megah di dalam sungai. Di sana ia disambut seperti raja, diberi makanan dan minuman, dan merasa aneh karena bisa bernapas di dalam air seolah sudah terbiasa.
Namun, di tengah kebingungannya, ia mendengar suara makhluk dari alam lain berkata:
“Nuan pulai, Macau, nyak urang dah ngamik nuan.”
(“Sekarang kamu pulang, orang sudah memanggilmu.”)
Mereka juga memberinya pesan:
“Nuan anang temu nyelam banga dalam nar, kalau nuan nyelam dalam nar ilak, nuan nadai tauk selamat.”
Artinya: “Jangan menyelam terlalu dalam di Sungai Awin. Jika melanggar, kamu tidak akan selamat.”
Akhir Hidup Macau
Hari berganti tahun, Macau tumbuh dewasa, menikah, dan memiliki anak. Namun, ia mengabaikan pesan itu.
Suatu hari, orang luar desa meminta Macau membantu melepaskan jaring yang tersangkut di sungai. Awalnya ia menolak, namun tergoda oleh imbalan uang. Saat menyelam, peringatan itu terbukti—Macau tidak kembali ke permukaan. Ia ditemukan sudah tak bernyawa.
Keluarga Macau sangat berduka, namun mereka menerima kejadian itu. Menurut para tetua adat, kematian Macau disebabkan karena ia melanggar pesan dari alam lain.
Makna dan Nilai Budaya
Pada masa lalu, masyarakat di desaku tidak mencatat tanggal lahir atau kematian seseorang, karena dianggap tidak penting. Nama saja sudah cukup sebagai identitas. Berbeda dengan sekarang, tanggal lahir dianggap sebagai anugerah yang dirayakan sebagai wujud syukur kepada Tuhan.
Hingga kini, ritual Mapang masih dipercaya ampuh untuk menemukan orang yang hilang, meskipun tidak sesering dulu karena masyarakat lebih memilih melapor ke pihak berwenang. Sebagian kaum muda juga mulai meragukan kebenaran ritual ini.
Setiap desa memiliki cerita, sejarah, dan kebudayaan yang menjadi ciri khasnya. Kepercayaan seperti Mapang patut dikenang dan dijaga, selama tidak bertentangan dengan norma kemanusiaan.
Pelajaran dari Kisah Macau
Mapang memiliki pukulan gendang yang berbeda dari gendang biasa, seperti gendang pernikahan, syukuran, atau besirang (berdukun). Bunyinya khas dan menegangkan, sehingga hanya orang tua tertentu yang diperbolehkan membunyikannya.
Dari kisah Macau, kita belajar pentingnya menghargai pesan dan amanah yang disampaikan orang lain, karena kita tidak selalu tahu mana yang baik untuk diri kita dan orang di sekitar kita.
Comments
Post a Comment